Kriing……Kriing!!!
Suara
jam beker yang sudah bordering lebih dari sepuluh menit itu telah memecahkan kesunyian pagi.
Cahaya matahari pun sudah masuk ke dalam kamar. Namun, Matahari masih terlelap
di dalam mimpinya. Suara jam beker dan cahaya matahari sama sekali tidak dapat
mengusik tidurnya.
“
Matahari ayo bangun! ” teriak mama Matahari dari balik pintu.
“
Iya….Iya…..Ma…” sahut Matahari dengan mata yang masih terpejam.
Matahari
segera bangun dari tempat tidurnya walaupun sebenarnya ia masih mengantuk.
Matahari melirik jam bekernya yang sudah dari tadi berbunyi.
“
Haah…..udah jam segini…. ” kata Matahari panik.
Tanpa pikir panjang lagi, Matahari melompat dari tempat tidurnya dan
berlari menuju kamar mandi. Ia pun tak sempat menikmati sarapan yang sudah
dipersiapkan mamanya.
“
Ma….aku….berangkat….ya! ” seru Matahari sanbil mengambil tas.
“
Hati-hati! ” seru mama Matahari panik melihat matahari yang terburu-buru itu.
***
“Selamat
pagi anak-anak?” sapa Bu Rita mengawali perjumpaan pagi itu.
“Pagi
Bu…” jawab murid-murid serentak.
“Anak-anak
pagi ini kalian kedatangan teman baru… Silahkan masuk…” kata Bu Rita tiba-tiba.
Semua
murid terdiam karena penasaran. Mereka juga serentak menoleh ke pintu kelas.
Perlahan-lahan seorang pemuda mulai memasuki ruang kelas. Semua murid perempuan
tak henti-hentinya memandangi pemuda itu, kecuali Matahari yang hanya bersikap
biasa saja.
“Baiklah…
Rio ayo kenalkan dirimu pada teman-teman
sekelasmu!” perintah Bu Rita.
“Baik
Bu… Nama saya Rio Putra Ardiansah… Saya
pindahan dari Bandung…” kata Rio
singkat.
“Sekarang
kamu duduk di bangku yang kosong itu…” kata Bu Rita sambil menunjuk bangku yang
tepat berada disamping Raka.
“Baik
Bu…”
Rio pun berjalan menuju bangku Raka. Ia menatap
Matahari dan sedikit tersenyum padanya, tapi Matahari masih tetap dingin dan
mengacuhkannya. Raka yang duduk disamping Rio pun
cepat menjadi akrab dengannya.
***
Matahari
dan Difa terlihat sedang asyik mengobrol. Mereka pun tak sadar akan kehadiran
raka yang sudah dari tadi memanggilnya. Dengan perasaan kesal Raka meletakkan
semua minuman- minuman yang ada di tangannya diatas meja. Mereka pun serentak
menoleh kearah Raka.
“
Lho… ka….bukannya tadi kamu masih disana? Kok sekarang kamu udah ada di sini
sih?” tanya Difa polos.
“Huuh…
jadi kalian dari tadi gak denger? Aku kan udah manggil kalian berkali-kali…
Susah tau bawanya…. Mana gak ada yang bantuin…. Untung aja gak tumpah…” gerutu
Raka kesal.
“Sory…
Sory…Ka… kita bener-bener gak denger…” kata Matahari sambil tertawa geli.
“Eh…Ta…
menurut kamu Rio itu orangnya gimana?” tanya Raka penasaran.
“Biasa
aja…” ucap Matahari singkat.
“Yang
bener?” goda Difa.
“Apaan
sih kalian…” seru Matahari mulai kesal.
“
Dia tadi senyum sama kamu lho…” tambah Difa.
“Oh…”
kata Matahari berlagak tidak peduli
“Rio…!” terdengar Raka memanggil Rio.
Rio menoleh kesamping. Raka sedang mangangkat
tanngannya tinggi-tinggi. Rio pun
melanjutkan langkahnya menuju tempat Raka berada.
“Duduk
aja Io…”
kata Difa cepat.
“Makasih…”balas Rio.
“Io kenalin ini Difa Anggraeni…” seru Raka
tiba-tiba. “Kalo yang disamping Difa ini adalah Matahari Putri…” tambah Raka
sambil menunjuk kearah Matahari.
Rio tampak sedikit tersenyum geli mendengar nama
Matahari. Tidak sampai sepuluh menit Rio duduk
bersama mereka, bel pertanda istirahat telah usai sudah berbunyi.
***
“Anak-anak kerjakan latihan halaman 44 yang A dan B !” perintah Bu Rita. “Ibu mau
ke kantor sebentar, kalian jangan ada yang ribut…”
lanjut Bu Rita.
Semua murid sibuk mencari-cari jawaban dan
menuliskannya di buku masing-masing. Tapi lain halnya dengan Rio, ia justru sibuk mengobrol ria dengan Raka
sehingga membuat Matahari yang duduk didepannya merasa terganggu.
“Io… kamu
bisa diem gak sih…” bentak Matahari sambil berdiri menatap Rio.
“Ta… udah… Ta…” kata Difa menengahi.
“Eh… terserah aku donk…!” balas Rio.
“Eh… gak bisa gitu lah… kita keganggu sama
suara-suara yang kamu buat…” Matahari menatap Rio
dengan tajam.
“Yang lain gak ada yang protes tuh…” seru Rio.
“Uuuuh… emang gak ada gunanya ngomong sama
kambing…” kata Matahari mulai tenang.
“Apa ?” tanya Rio terkejut. “Dasar nama kok Matahari… Emang gak ada nama lain yang lebih bagus apa? dasar…”
seru Rio tak mau kalah.
“Heh... gak ada salahnya donk… ini yang
ngasih juga orang tua aku…” balas Matahari.
“Stooop…!” teriak Difa, Matahari dan Rio pun langsung terdiam. “Kalian tau gak sih…
Kalian itu udah buat gaduh kelas ini…” lanjut Difa.
“Gimana yang lain mau konsentrasi…”
Matahari hendak menyahut, tapi Raka kembali melanjutkan kata-katanya. “Kalian
itu bener-bener kayak anak kecil…”
Akhirnya Matahari dan Rio mulai tenang, mereka pun terduduk diam. Rio yang duduk dibelakang Matahari lama-kelamaan
mulai memperhatikan Matahari dari belakang, tapi Matahari sama sekali tidak
menyadarinya. Raka yang mengetahui hal itu hanya diam saja dan merahasiakan hal
ini dari Matahari maupun Difa.
***
“Eh…
Ta… kamu sekarang akrab banget ya sama Rio…”
kata Difa mengawali pembicaraan pagi itu.
“Akrab
apaan ?” tanya Matahari heran.
“Ya
akrab aja… Secara tiap hari kamu sama dia kan berantem terus…” jelas Difa.
“Itu
sih bukan akrab, aku aja benci banget sama dia…” ujar Matahari.
“Benci
apa benci ? Benci sama cinta itu bedanya tipis banget lho Ta…” goda Difa.
“Fa…
Aku gak percaya benci bisa jadi cinta… Aneh-aneh aja kamu…” kata Matahari
sambil sesekali menenggak air mineralnya.
“Bener
nih ?” tanya Difa mulai serius.
“Bener
lah…” ujar Matahari yakin.
“Oh…
Gitu…” DIfa menggumam pelan.
“Emangnya
kenapa Fa ? Kok tiba-tiba kamu nanya kayak gitu ?” gantian Matahari yang penasaran.
“Hmmm…
Gak pa-pa sih…” sahut Difa sambil tersenyum manis. “Ta… Kamu kenapa gak rukun
aja sih sama Atra ?” tanya Difa tiba-tiba.
“Aku
udah terlanjur benci sama dia…” ujar Matahari.
Sesaat
suasana menjadi hening. Kemudian Raka datang bersama Rio, akan tetapi suasana masih terasa hening.
Matahari dan Rio duduk saling berhadap-hadapan, tapi Matahari
sama sekali tidak peduli akan kehadiran Rio. Raka
dan Difa hanya bisa memandang kedua temannya itu dengan tatapan bingung.
“Ta….
kenapa kamu dari tadi diem aja ? ajak ngobrol kek si Rio…” perintah Raka.
“Aaah…
Malesss…” balas Matahari singkat.
“Kenapa
?” tanya Difa penasaran.
Matahari
menghembuskan napas keras-keras, “gini ya….gak ada gunanya ngomong sama orang
kayak dia… ujung-ujungnya pasti berantem…”
“Kenapa
sih kamu?” kata Rio,
emosinya sedikit terpancing.
“Enggak
apa-apa sih…” ujar Matahari santai.
“Dasar
Matahari jelek…” gumam Rio
pelan.
“Apa?”
tanya Matahari tak percaya.
Rio tersenyum sinis, “emang bener kan?”
“Dasar
belagu! Gak salah aku benci banget sama kamu…” seru Matahari dengan muka merah
padam.
“Oh…
bagus kalo gitu…. Aku juga benci banget sama kamu…” balas Rio.
Tanpa
mereka sadari, Raka dan Difa sudah tidak ada bersama mereka. Semua orang yang
ada disana memperhatikan mereka berdua. Matahari dan Rio hanya bisa terdiam dan tertunduk malu.
Bersambung.....!!!!
kereeeeeeeeeeeeennnnnnnnnnnnn Alni :-)
BalasHapusarigatou gozaimasu patrick-san
BalasHapusAno... .. knp nma2 gk pkk nma jpang aja...gomen...jgn d pkirkn yg q blng td...
BalasHapus